Monday, March 19, 2018

Tugas 1 Penerjemahan Berbantuan Komputer


Name: Katrina Desiree Jaafar
NPM: 15614800
Class: 4SA01

Original Article

Usabah Sambah, Preserving an Ancestral Ritual


A unique community exists in the small village of Tenganan in Bali. Known as “Bali Aga“, meaning the true Bali, they are believed to be the indigenous tribe of the island and have existed long before the waves of migration of Java. Traditions are very old and are not so restricted to influences brought by Javanese migrants. Distinctive, to say the least.

Every year in the 11th month on the Balinese calendar or the fifth month according to the Bali Aga’s ancient calendar, the people of Tenganan conduct an ancestral ritual that lasts a whole month, the Usaba Sambah ceremony. Intended as a month-long process of re-balancing all life elements and experiences from the passing year, the ceremony consists of a series of smaller rites that involve various components of the community from spiritual leaders to old men and young men to women and even children. It is a practice observed by the entire population of Tenganan in great joy.

The ritual started with a procession to the temple observed by all villagers wearing beautiful woven fabric known as ‘grinsing‘. After a solemn prayer and a series of offerings made in the temple, the Pandan War commenced as a tribute to honor the ancestors also the god of war, Indra. A pair of young men began to fight, aiming a precise rip at each other’s body with the Pandan leaves while trying to protect themselves with the rattan shields. A referee timed the fight and ensured that each only lasted for about one minute or until one of the young men had enough and surrendered, whichever happened first. Then the next pair of fighters had their turn and so on for the next three hours.


Usaba Sumbah is also celebrated by the young women of the village in a special rite called ‘ayunan’ , which also serves as the perfect moment for these young ladies to show off their beauty and declare their womanhood. Wearing their best dresses and jewelries. Although it looks deceptively simple and even childish, the Ayunan tradition carries a deep philosophical meaning. “It is a vehicle to learn about life”, a village elder explained. “Life is like sitting on a swing, sometimes you’re up and sometimes you’re down. It makes you excited and nervous at the same time, yet you try to go through it in your best demeanor.”



Article source: https://theamazingindonesia.com/bali-aga-preserving-ancestral-ritual/


Translated by Google Translate Version

Usabah Sambah, Melestarikan Ritual Leluhur

Sebuah komunitas unik ada di desa kecil Tenganan di Bali. Dikenal sebagai "Bali Aga", yang berarti Bali yang sebenarnya, mereka diyakini sebagai suku asli pulau ini dan telah ada jauh sebelum gelombang migrasi Jawa. Tradisi sangat tua dan tidak terbatas pada pengaruh yang dibawa oleh migran Jawa. Khas, untuk sedikitnya.

Setiap tahun di bulan ke 11 pada kalender Bali atau bulan kelima menurut kalender kuno Bali Aga, orang-orang Tenganan melakukan ritual leluhur yang berlangsung sebulan penuh, upacara Usaba Sambah. Ditujukan sebagai proses penyeimbangan ulang seumur hidup semua elemen dan pengalaman hidup dari tahun yang lewat, upacara tersebut terdiri dari serangkaian ritus yang lebih kecil yang melibatkan berbagai komponen masyarakat dari para pemimpin spiritual hingga pria tua dan pemuda hingga wanita dan bahkan anak-anak. Ini adalah praktik yang diamati oleh seluruh populasi Tenganan dengan sangat gembira.

Ritual dimulai dengan sebuah prosesi ke kuil yang diamati oleh semua penduduk desa yang memakai kain tenun indah yang dikenal sebagai 'sapaan'. Setelah sholat dan serangkaian persembahan yang dilakukan di bait suci, Perang Pandan dimulai sebagai penghormatan untuk menghormati nenek moyang juga dewa perang, Indra. Sepasang pemuda mulai bertarung, membidik tubuh masing-masing dengan daun Pandan sambil melindungi diri dengan perisai rotan. Seorang wasit menghitung waktu pertarungan dan memastikan bahwa masing-masing hanya bertahan sekitar satu menit atau sampai salah satu pemuda itu sudah cukup dan menyerah, mana yang lebih dulu terjadi. Kemudian pasangan pejuang berikutnya berpaling dan seterusnya selama tiga jam berikutnya.

Usaba Sumbah juga dirayakan oleh para wanita muda desa dalam sebuah ritus khusus yang disebut 'ayunan', yang juga berfungsi sebagai momen yang tepat bagi para wanita muda ini untuk memamerkan kecantikan mereka dan menyatakan keperempuanan mereka. Mengenakan gaun dan perhiasan terbaik mereka. Meski terlihat menipu sederhana dan bahkan kekanak-kanakan, tradisi Ayunan membawa makna filosofis yang mendalam. "Ini adalah kendaraan untuk belajar tentang kehidupan", seorang tetua desa menjelaskan. "Hidup itu seperti duduk di ayunan, kadang-kadang Anda bangun dan kadang-kadang Anda sedang down. Itu membuat Anda bersemangat dan gugup pada saat bersamaan, namun Anda mencoba melewatinya dengan sikap terbaik Anda. "


Revised Version

Usabah Sambah, Melestarikan Ritual Leluhur

Ada sebuah komunitas unik di desa kecil Tenganan di Bali. Desa itu dikenal sebagai "Bali Aga", yang berarti Bali yang sebenarnya. Mereka diyakini sebagai suku asli pulau ini dan telah ada jauh sebelum gelombang migrasi Jawa. Tradisi mereka sangatlah tua dan tidak terbatas pada pengaruh yang dibawa oleh penduduk Jawa. Sangatlah khas, bukan?

Setiap tahun di bulan ke-11 pada kalender Bali atau bulan kelima menurut kalender kuno Bali Aga, masyarakat Tenganan melakukan sebuah ritual leluhur yang berlangsung sebulan penuh, yaitu upacara Usaba Sambah. Ritual ini ditujukan sebagai proses untuk menyeimbangi ulang semua elemen kehidupan dan pengalaman hidup dari tahun sebelumnya, upacara tersebut terdiri dari serangkaian ritual kecil yang melibatkan berbagai komponen masyarakat dari para pemimpin spiritual hingga para pria tua dan pemuda, wanita dan bahkan anak-anak. Upacara ini disaksikan oleh seluruh penduduk Tenganan dengan penuh kegembiraan.

Ritual ini dimulai dengan sebuah prosesi ke pura yang disaksikan oleh semua penduduk desa yang mengenakan kain tenun indah dikenal sebagai ‘grinsing’. Setelah sembahyang dan serangkaian persembahan yang dilakukan di pura, Perang Pandan dimulai sebagai penghormatan terhadap nenek moyang dan juga dewa perang, Indra. Sepasang pemuda mulai bertarung, membidik tubuh masing-masing dengan daun Pandan sambil melindungi diri dengan perisai rotan. Seorang wasit menghitung waktu pertarungan dan memastikan bahwa masing-masing hanya bertahan sekitar satu menit atau sampai salah satu pemuda itu menyerah, manapun yang lebih dulu terjadi. Kemudian pasangan pemuda selanjutnya mendapat giliran dan seterusnya selama tiga jam berikutnya.

Usaba Sumbah juga dirayakan oleh para wanita muda desa dalam sebuah ritual khusus yang disebut 'Ayunan'. Ritual ini adalah saat yang tepat bagi para wanita muda tersebut untuk menunjukkan kecantikan dan menyatakan kedewasaan mereka. Mereka mengenakan gaun dan perhiasan mereka yang terbaik. Meski terlihat sederhana dan bahkan kekanak-kanakan, tradisi Ayunan membawa makna filosofis yang mendalam. "Ini adalah sebuah perantara untuk mempelajari kehidupan", seorang tetua desa menjelaskan. "Hidup itu seperti duduk di ayunan, kadang-kadang Anda bangun dan kadang-kadang Anda jatuh. Itu membuat Anda bersemangat dan gugup pada saat bersamaan, namun Anda mencoba melewatinya dengan sikap terbaik Anda."